Fenomena NISN (Nomor Induk Siswa Nasional)

Pada acara rembuk pendidikan nasional tanggal 2 - 4 Maret lalu. Ada hal yang sangat menarik dari paparan Mendiknas yaitu menerapkan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) dari jenjang SD hingga Perguruan Tinggi. Mendiknas juga menegaskan bahwa sistem nomor induk siswa ini akan dintegrasikan dengan sistem Nomor Induk Kependudukan (NIK) menunggu program NIK rampung tahun 2011 nanti.

Pemberian identitas tunggal pada individu bukanlah hal yang baru dalam teori manajemen sistem informasi. Sejak jaman sebelum adanya teknologi komputer pun upaya pemberian identitas tunggal yang unik pada suatu entitas atau individu mutlak diperlukan sebagai basis acuan/referensi data meskipun dengan cara manual pada masa itu. Apalagi dengan perkembangan teknologi komputer dan internet di jaman ini, semakin mudahlah dalam membangun dan mengelola sistem database nomor induk tunggal secara online dan real time.

Apa yang dipaparkan oleh Mendiknas sangatlah tepat sesuai dengan kebutuhan kemendiknas pada masa digital saat ini. Dengan teridentifikasinya database siswa yang terekam secara konsisten dan berkesinambungan akan sangat membantu pengelolaan program-program kemendiknas dengan lebih akurat, terpadu dan akuntabel. Riwayat para siswa dapat diikuti dan ditelusuri dengan mudah dari mulai jenjang sekolah dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi. Kemendiknas dapat mengetahui secara cepat dan akurat berapa siswa yang meneruskan jenjang pendidikan dari SD ke SMP ke SMA ke Perguruan Tinggi di setiap wilayah NKRI. Jika diintegrasikan dengan sistem NIK maka akan semakin lengkap dan akurat identifikasi data siswa nasional beserta status kependudukannya. Ketersediaan data siswa nasional inilah solusi untuk mengeliminir isyu-isyu kebocoran pelaksanaan program BOS, Ujian Nasional, Beasiswa, Bantuan Rehabilitasi Sekolah, Sertifikasi, dan lainnya. Karena dengan sistem database siswa akan memperketat proses perencanaan, implementasi hingga evaluasi dari setiap program kemendiknas dengan lebih cepat, akurat, terukur, tepat sasaran, transparan dan akuntabel.

Program nomor induk siswa nasional di Kemendiknas juga bukan hal yang baru. Program ini dikenal dengan DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) yang telah dibangun sejak tahun 2006 lalu dan masih aktif berlangsung hingga saat ini. Info pada Situs DAPODIK tidak hanya database siswa saja yang dikelola, namun termasuk juga database sekolah serta database tenaga kependidikan dan pendidik (guru) secara nasional. Setiap individu (siswa, sekolah dan guru) diberi nomor induk tunggal yang unik dan berlaku seumur hidup oleh sistem DAPODIK (generate by system). Dan apa yang diharapkan oleh mendiknas tentang manfaat dari sistem nomor induk siswa pada acara rembuk pendidikan nasional yang lalu juga menjadi tujuan dan manfaat sistem DAPODIK sebagaimana dijelaskan di situsnya. Hal ini berarti bahwa program DAPODIK memang telah direncanakan jauh kedepan sebagai data referensi utama terhadap program-program pendidikan nasional sejak tahun 2006 lalu.

Hingga saat ini telah terekam 42,8 juta siswa, 295 ribu sekolah dan 3 juta tenaga kependidikan dan pendidik (guru). Setiap awal tahun ajaran baru sistem DAPODIK ini secara otomatis mengarsip lulusan jenjang kelas 6, 7 dan 12 (total 9 jutaan siswa). Selanjutnya pihak operator yang tersebar di seluruh Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten se-Indonesia melakukan pemutakhiran siswa yang berpindah jenjang, tidak lulus atau tinggal kelas serta menggunggah (upload) data siswa baru kelas 1 SD secara online melalui saluran internet atau jalur Jardiknas. Pemutakhiran status jenjang sekolah siswa dilakukan secara elektronik tanpa harus entri data baru. Dengan demikian data siswa baru dipastikan hanya untuk jenjang kelas 1 SD saja. Hal ini menjamin kesinambungan dan konsistensi data siswa dari tahun ke tahun dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi nantinya.

Peran para operator di Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten sangatlah penting karena merekalah yang senantiasa merawat dan memutakhirkan data-data siswa, sekolah, staf dan guru di wilayah masing-masing secara langsung online ke sistem DAPODIK yang berada di pusat. Mirip dengan sistem perbankan online saat ini, dimana keberadaan para operator-operator tersebut layaknya seperti tugas para teller bank yang melayani pemutakhiran data transaksi para nasabahnya. Merekalah yang melakukan pemutakhiran (update) status siswa, sekolah, staf dan guru seperti: mutasi/pindah, merger sekolah, non aktif, naik kelas, tidak naik kelas, dst secara elektronik online dan real time!. Hingga saat ini tercatat 22.800 operator yang aktif pada sistem DAPODIK (setiap hari rata-rata 30 operator baru terdaftar aktif), mereka tersebar di seluruh Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten bahkan hingga di sekolah-sekolah yang telah memiliki infrastruktur yang memadai untuk mengoperasikan sistem DAPODIK secara langsung online dari sekolah masing-masing.

Yang lebih luar biasa lagi para operator tersebut boleh dikatakan sukarela, mereka tidak mendapat subsidi atau dana bantuan operasional DAPODIK sama sekali dari pusat sejak tahun 2008 lalu. Karena sejak tanggal 28 Mei 2008 lalu secara resmi pihak Biro Perencanaan Depdiknas (pengelola DAPODIK) tidak memberikan bantuan operasional program DAPODIK ke daerah. Untuk keberlanjutannya pihak Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dan Propinsi diminta melaksanakan operasional dan pemeliharaan program DAPODIK dengan biaya swadana atau mandiri sesuai kebijakan dan kemampuan masing-masing.

Fenomena ini sangatlah menarik karena boleh dikatakan baru kali ini dilingkungan departemen pemerintahan ada suatu program kegiatan yang tidak dibiayai lagi oleh pusat yang diserahkan ke daerah namun masih terjaga integrasinya dengan konsisten dan berkembang dengan baik selama 3 tahun terakhir !. Memang pada awal pembangungan DAPODIK selama 2 (dua) tahun (2006/2007) menghabiskan anggaran sekitar 40M. Dana sebesar itu digunakan untuk blockgrant biaya bantuan pemutihan pendataan awal siswa di seluruh Indonesia, koordinasi dan pelatihan para operator dinas pendidikan di seluruh Indonesia. Sekitar 10% nya untuk biaya perangkat data center pusat dan sistemnya.

Sistem perangkat lunak DAPODIK secara tidak sengaja boleh dikatakan mengadopsi model Software As A Service (SaaS) yaitu istilah layanan online yang sedang naik daun di dunia Teknologi Informasi dunia saat ini. Software aplikasinya berbasis Web dibangun terpusat memanfaatkan Open Sources (Linux, PHP dan MySQL) yang terpasang pada data center berbasis teknologi komputasi awan (Cloud Computing). Dengan penerapan model SaaS dan teknologi Cloud Computing tersebut, sistem DAPODIK terbukti kehandalannya dan terjaga kinerja kecepatannya aksesnya untuk melayani 22.800 operator aktif se Indonesia hingga saat ini (dengan pertumbuhan rata-rata 30 operator baru setiap hari). Pihak sekolah dan dinas pendidikan tidak perlu lagi ber-investasi perangkat server dan aplikasinya, semuanya telah tersedia secara terpusat. Mereka hanya perlu saluran koneksi ke data center DAPODIK pusat melalui jaringan internet biasa atau Jardiknas. Oleh karena itu meskipun dibiayai secara swadana/mandiri operasionalnya oleh dinas pendidikan dan sekolah-sekolah sejak tahun 2008 lalu keberadaan sistem DAPODIK masih aktif digunakan oleh mereka hingga saat ini.

Fakta ini membuktikan bahwa ketersediaan sistem yang memenuhi kebutuhan masyarakat (sekolah dan dinas pendidikan), handal, konsisten, terjaga integrasinya, dan mudah diakses setiap waktu meskipun tidak dibiayai oleh pusat terbukti bisa berjalan aktif dan berkesinambungan. Pelan namun menyakinkan DAPODIK yang awalnya merupakan program yang operasionalnya dibiayai dari pusat, kemudian tidak dibiayai lagi sejak tahun 2008 lalu telah menjelma menjadi program milik komunitas pendidikan (sekolah dan dinas pendidikan) yang dengan konsisten dioperasionalkan secara mandiri oleh mereka.

Aneh tapi nyata, namun itulah yang terjadi dilapangan. Seiring dengan kebijakan Mendiknas pada acara rembuk nasional lalu yang merencanakan penerapan secara konsisten nomor induk siswa dari mulai jenjang SD hingga Perguruan Tinggi akan menjadi tonggak sejarah penerapan Teknologi Informasi yang tepat guna, terjangkau, akuntabel dan berkesinambungan bagi dunia pendidikan nasional saat ini dan untuk masa depan. Tantangan selanjutnya adalah mengintegrasikan DAPODIK NISN (Nomor Induk Siswa Nasonal) dengan sistem NIK (Nomor Induk Kependudukan) di tahun 2011 nanti sesuai harapan dari Mendiknas. Luar biasa pernyataan dari Mendiknas ini yang secara terbuka menyatakan kesiapan mengintegrasikan sistem dengan semangat sinergi antar kementrian pemerintah Republik Indonesia.

Dengan dukungan kebijakan dan semangat sinergi dari kemendiknas tentunya penerapan DAPODIK sebagai data referensi pengendalian program BOS, Ujian Nasional, Beasiswa, Bantuan Rehabilitasi Sekolah, Sertifikasi, dan lainnya yang nantinya terintegrasi dengan NIK bukan suatu hal yang tidak mungkin diwujudkan secara nyata dalam waktu singkat.

Comments :

0 komentar to “Fenomena NISN (Nomor Induk Siswa Nasional)”

Posting Komentar

 
PADATIWEB BNSP NPSN NISN Kementerian Pendidikan Nasional

Bermanfaatkah Masa Orientasi Siswa bagi siswa baru?